Rekrutmen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tahun 2025 sedang menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, terutama para pencari kerja dan akademisi. Kebijakan yang mengharuskan calon pelamar berasal dari 10 kampus terbaik di Indonesia menuai pro dan kontra. Banyak yang mempertanyakan keadilan dan relevansi persyaratan tersebut dalam sistem rekrutmen BUMN yang seharusnya terbuka bagi seluruh lulusan yang kompeten.
Kebijakan yang Menuai Polemik
Kementerian BUMN, melalui Forum Human Capital Indonesia (FHCI), telah mengumumkan sejumlah persyaratan baru dalam rekrutmen 2025. Salah satu persyaratan yang paling disorot adalah kewajiban pelamar berasal dari 10 perguruan tinggi terbaik di Indonesia, berdasarkan pemeringkatan tertentu. Langkah ini disebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di perusahaan-perusahaan BUMN. Namun, kebijakan ini justru memunculkan perdebatan mengenai diskriminasi terhadap lulusan universitas lain.
Beberapa kritik utama terhadap kebijakan ini antara lain:
Mengabaikan potensi lulusan dari kampus lain: Banyak lulusan berbakat yang berasal dari universitas di luar daftar 10 terbaik.
Diskriminatif terhadap mahasiswa berprestasi dari daerah: Tidak semua mahasiswa memiliki kesempatan untuk berkuliah di universitas besar karena faktor ekonomi dan geografis.
Menurunkan semangat persaingan yang sehat: Rekrutmen BUMN seharusnya berdasarkan kemampuan dan kompetensi, bukan hanya asal kampus.
Sebaliknya, pihak yang mendukung kebijakan ini berpendapat bahwa lulusan dari universitas terbaik cenderung memiliki kualitas akademik yang lebih tinggi dan telah terbukti unggul dalam berbagai aspek. Selain itu, BUMN dianggap perlu menarik talenta terbaik untuk bersaing di era globalisasi.
Dampak bagi Mahasiswa dan Pencari Kerja
Syarat ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan mahasiswa dan fresh graduate yang ingin berkarier di BUMN. Berikut beberapa dampak yang mungkin terjadi:
Meningkatnya Ketimpangan Pendidikan Dengan adanya kebijakan ini, mahasiswa dari universitas non-unggulan akan merasa semakin sulit untuk bersaing mendapatkan pekerjaan di perusahaan milik negara. Ini dapat memperlebar kesenjangan antara perguruan tinggi elit dan universitas lain dalam hal kesempatan kerja.
Motivasi Mahasiswa Berkurang Banyak mahasiswa yang berkuliah di luar kampus terbaik mungkin merasa tidak memiliki peluang di BUMN, sehingga semangat mereka dalam meningkatkan kompetensi berkurang. Padahal, dunia kerja seharusnya menilai individu berdasarkan kemampuan, bukan sekadar almamater.
Persaingan yang Tidak Sehat Alih-alih mendorong persaingan yang sehat, kebijakan ini justru dapat menciptakan monopoli talenta hanya dari universitas tertentu. Padahal, keunggulan seseorang dalam dunia kerja tidak hanya ditentukan oleh nama besar kampus, tetapi juga pengalaman, keterampilan, dan etos kerja.
Bagaimana Seharusnya Rekrutmen BUMN?
Agar lebih adil dan tetap berkualitas, ada beberapa alternatif solusi yang dapat diterapkan dalam rekrutmen BUMN 2025:
Fokus pada Kompetensi dan Prestasi Seleksi seharusnya berbasis keterampilan, pengalaman, dan potensi kepemimpinan, bukan hanya berdasarkan asal universitas. Dengan demikian, semua lulusan memiliki kesempatan yang sama untuk berkarier di BUMN.
Menetapkan Standar Ujian yang Transparan Jika tujuan utama adalah mencari lulusan terbaik, sebaiknya BUMN menetapkan standar ujian masuk yang objektif dan transparan. Ini bisa berupa tes kompetensi, psikotes, dan wawancara berbasis keahlian.
Memberikan Kesempatan bagi Seluruh Perguruan Tinggi BUMN bisa membuka rekrutmen bagi seluruh lulusan dengan sistem kuota yang lebih inklusif, misalnya 70% dari universitas top dan 30% dari universitas lainnya yang memiliki prestasi akademik dan non-akademik unggul.
Menilai Kualitas Berdasarkan Kinerja, Bukan Nama Kampus Banyak lulusan dari universitas non-unggulan yang sukses di dunia kerja karena memiliki keterampilan dan pengalaman yang mumpuni. Oleh karena itu, perusahaan BUMN sebaiknya lebih mempertimbangkan aspek ini dalam proses seleksi.
Kebijakan rekrutmen BUMN 2025 dengan persyaratan lulusan dari 10 universitas terbaik memang bertujuan meningkatkan kualitas SDM, tetapi berpotensi menimbulkan ketidakadilan bagi banyak pencari kerja. Sistem rekrutmen yang baik seharusnya berbasis kompetensi dan keterampilan, bukan hanya melihat almamater semata. Oleh karena itu, diharapkan ada penyesuaian kebijakan agar lebih inklusif dan memberikan kesempatan yang lebih luas bagi seluruh lulusan yang berkompeten.
Bagaimana pendapatmu mengenai kebijakan ini? Apakah menurutmu rekrutmen berdasarkan kampus terbaik adalah langkah yang tepat atau justru membatasi potensi talenta dari berbagai daerah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar